Photo:
Photo:
Photo:
Kontributor
Share:
Share via Facebook Share via Twitter Share via WhatsApp Share via E-mail
Artikel Lainnya

Awas Rugi, Beli Rumah HGB! | Rumaruma Blog

Sebelum beli rumah, kenali dulu jenis sertifikatnya.

Awas Rugi, Beli Rumah HGB!

Di Indonesia, properti dengan status hak guna bangunan (HGB) ternyata masih cukup banyak dan lazim. Contohnya di daerah Duta Mas, Jakarta, hunian rata-rata berstatus HGB padahal sudah ditempati puluhan tahun dari generasi pertama hingga dihibahkan ke generasi selanjutnya. Lantas, apakah berarti rumah HGB sama saja dengan rumah berstatus hak milik (SHM)? Jawabannya, tidak sama.

Properti berstatus HGB memiliki kelemahan hukum dan sangat beresiko terjadinya sengketa atau perebutan hak milik tanah di kemudian hari. Sebelum memutuskan untuk membeli rumah, kenali dulu jenis sertifikatnya dan pahami apa saja kerugian jika rumah berstatus SHGB, seperti berikut:

Rumah HGB tidak bisa dimiliki

Meski telah terjadi transaksi pembelian, rumah yang masih berstatus HGB masih sah kepunyaannya oleh pemilik sebelumnya. Sederhananya, kalian yang membeli properti HGB artinya hanya memiliki bangunannya saja, sedangkan tanahnya sah dikuasai oleh pemilik sebelumnya. Jika suatu saat pemilik pertama ingin menjualkan kepada orang lain, secara hukum ia boleh saja melakukannya.

SHGB memiliki jatuh tempo

Berbeda dengan SHM yang sifat hukumnya absolut dan selamanya, HGB hanya bersifat sementara karena ia hanya mewakili izin menggunakan properti, bukan memiliki. Masa penggunaan yang diatur oleh SHGB biasanya sekitar 30 tahun. Setelahnya, pemilik wajib memperpanjang untuk terus dapat menggunakan bangunan.

Hak guna dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Dikutip dari prospeku.com, aturan teknis dari HGB ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai atas Tanah. Pemegang hak juga boleh mengalihkan/menjual hak tersebut kepada orang lain. Dengan status hak bangunan ini, maka sebenarnya status penguasa tanah itu bukan pemilik, hanya boleh mendirikan bangunan di atas tanah orang lain atau negara.